Postingan

Riuh-riuh

Aku menggenggam tas jinjing dengan mata berat, raut lelah, badan tertekuk, dengan tubuh yang meringkuk Kantuk yang datang tidak kunjung pergi, setelah sedari malam menggerogoti jiwa Jiwa yang terlahap habis oleh patah hati, hati meruah tangis menyesapi luka Luka, luka, luka  Lara, lara, lara Duka, duka, duka Dia, dia, dia Yang semalaman tersangkut dipikiran, seakan benalu yang menempel lalu tak bisa dilupakan.

Runtuh

Jatuh, aku jatuh Rapuh, aku rapuh Runtuh, aku runtuh Tidak dapat dibasuh Perasaan penuh keruh Keadaan kian kisruh Semakin lama semakin luruh

Kain Kasa

“Nona, dipakai dahulu kain kasanya agar cepat sembuh” Nona pun duduk, sembari menekuk lutut “Nona, hati-hati sehabis ini akan terjatuh lagi” Nona pun mengangguk, dengan dahi yang kian mengerut “Nona, terbangmu terlalu tinggi lain kali jangan setinggi itu” Nona pun menoleh, perasaan sedihnya tentu tertoreh “Nona, harap yang pernah ada mari dihirapkan” Nona mengusap wajah, perasaannya kembali resah “Nona, gunakan sayapmu untuk tujuan yang tepat” Nona semakin memeluk diri, menyesali angannya yang semakin tinggi “Nona, luka lama belum kelar, jangan ditambah lagi, kamu bisa mati” Nona pun menyentuh lukanya, perasaanya memang mudah terbuka “Nona, harap yang kalap harus dibuat hirap” Nona manis pun, mematahkan sayapnya “Agar aku tidak terbang lagi”, celoteh sang Nona.

Cerah Sumringah

“Nona, nona, jangan berlari-lari” Nona pun mempercepat larinya kesana-kemari Senyum sumringah terpancar cerah Kakinya bergerak tanpa arah Membuat si dayang merasa gundah Lompat sana, lompat sini “Hati-hati terinjak duri” Cerianya kian tumpah sampai pecah Bahagianya pun menutup resah “Cukup setitik bunga yang dijahitnya, aku bahagia”, kata Nona.  

Kotak Pos Surat

Satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya Tak lagi pernah menerima surat Jangankan kabar, sepatah katapun tak ada Meringis terbungkam luka Sakitnya bak ketiban bata Injak-injak, hentak-hentak, undak-undak Tentu tak bisa, ini kotak pos hanya bisa menunggu dan diam Tak dapat meminta surat dengan teriak-teriak Rindu mencuat, tak terucap, dada penuh usap Tahan-tahan, lusa mungkin kembali berkabar

Manis-manis menangis

Nona manis yang meraup gula Manis-manis tetap disesapnya Tepukan pengingat seakan tak ada Duhai Nona, yang dilahap dapat menjadi lara “Cepat, cepat, cepat” Sang Nona butuh kain kasa , b ukan obat biasa “Duh, duh, duh” Nona mulai gaduh , ta ngisnya mengundang riuh Si Manis menyesap manis sampai menangis